UrangMinang.id — Nama Ryan Adriandhy, sudah tidak terlalu asing di telinga para penikmat stand up comedy dan dunia akting di Indonesia. Pasalnya, pemuda kelahiran tahun 1990 itu, pernah menjadi juara pertama kompetisi Stand Up Comedy Indonesia (SUCI) musim pertama, yang tayang di stasiun TV swasta pada tahun 2011 yang lalu.
Selain itu, Ryan Adriandhy juga berkolaborasi dengan Raditya Dika dalam web series Malam Minggu Miko. Kolaborasi tersebut, mempertontonkan bakat akting yang dimiliki oleh aktor yang lahir di Jakarta itu, sehingga memperluas jangkauan penonton yang mengenalnya.
Mendalami Seni Visual di Amerika Serikat
Setelah mendapatkan popularitas di dunia akting, Ryan Adriandhy memutuskan untuk serius mendalami seni visual dan narasi. Ia melanjutkan pendidikan di Rochester Institute of Technology di Amerika Serikat.
Keputusan itu, bukan hanya untuk mendapatkan gelar, melainkan bagian dari perjalanannya untuk memahami dunia animasi secar teknis dan estetis. Ia berhasil mendapatkan beasiswa Fulbright, sebuah program internasional bergengsi yang menunjukkan pengakuan terhadap potensinya sebagai calon profesional global.
Saat menjalani pendidikan S2, Ryan Adriandhy menghasilkan film pendek animasi berjudul Prognosis, yang tidak hanya menjadi tugas akhir, tetapi juga menjadi karya monumental yang memperkenalkannya ke dunia film animasi secara serius.
Kemenangan film pendek animasi Prognosis di dalam ajang Festival Film Indonesia tahun 2020, memperlihatkan akademik dan seni dalam film tersebut.
Pembuatan film pendek itu, menjadi batu loncatan besar dalam pengembangan profil Ryan Adriandhy sebagai pembuat film yang mengedepankan pendekatan konseptual, teknis, dan emosional, dalam setiap karyanya.
Kembali ke Indonesia, Bergabung dengan Visinema Animation
Setelah mendalami ilmu dan memperbanyak pengalaman seni di Amerika Serikat, sosok yang asli keturunan Minang karena Ibunya yang bernama Helena Camil berasal dari Sulit Air, Kabupaten Solok, serta sang ayah yang bernama Halim Syahdi dari Koto Gadang, kabupaten Agam, itu, kembali ke Indonesia. Ia bergabung dengan Visinema Animation, studio yang dikenal luas dalam produksi animasi berkualitas.
Di Indonesia, Ryan Adriandhy terlibat dalam proyek film yang berjudul Nussa. Film itu, juga berhasil mendapatkan Piala Citra, dan mengukuhkan posisinya di industri animasi nasional.
Puncaknya, pada tahun 2025, dirinya menjadi sutradara dari film panjang animasi yang berjudul Jumbo. Ia menjadi salah satu sutradara muda berbakat, yang mampu menjembatani dunia komedi, animasi, dan film secara keseluruhan.

Jumbo, Film Animasi Indonesia Terlaris se Asia Tenggara
Film Jumbo bercerita tentang sosok Don, seorang anak yatim dan piatu yang bertubuh besar. Ia sering dikucilkan. Hidup Don mengalami perubahan, ketika dirinya bertemu dengan Meri, hantu kecil yang meminta bantuannya untuk kembali ke keluarganya.
Jumbo digarap sejak tahun 2020 yang lalu, dengan melibatkan sekitar 420 kreator asli Indonesia. Mulai dari animator, penulis, musisi, hingga seniman visual.
Tidak lama setelah dirilis ke publik, film Jumbo berhasil mencetak prestasi yang luar biasa. Dalam waktu tujuh hari tayang, sejak tanggal 31 Maret 2025, film yang diproduseri oleh Anggia Kharisma ini, telah menarik lebih dari 1 juta penonton, dan menjadikannya sebagai film animasi Indonesia terlaris sepanjang sejarah.
Sebelumnya, rekor tersebut dipegang oleh Si Jumi The Movie : Panitia Hari Akhir (2017), yang hanya mencapai 642.312 penonton.
Data dari Deadline, menunjukkan bahwa film Jumbo tidak hanya mencetak rekor penonton di dalam negeri, tetapi juga berhasil mendominasi pasar regional.
Dengan pendapatan sebesar Rp134 miliar, Jumbo menempati posisi teratas dalam daftar film animasi dengan pendapatan tertinggi di Asia Tenggara, melampaui sejumlah film animasi populer dari negara tetangga.
Posisi kedua ditempati oleh Mechamato Movie dari Malaysia dengan pendapatan Rp129 miliar, diikuti oleh Ejen Ali: The Movie yang meraih Rp122 miliar. Sementara itu, Boboiboy Movie 2 mengumpulkan Rp112 miliar, dan Upin & Ipin: Keris Siamang Tunggal berada di urutan kelima dengan Rp99 miliar.
Menariknya, film Jumbo ini bakal tayang di 17 negara, termasuk di Benua Eropa, yakni Rusia, serta di Asia, yaitu Mongolia dan Turki. Jumlah ini pun masih dapat bertambah, karena negosiasi dengan beberapa distributor asing masih berlangsung.
Pernah Dibully Saat Kecil, Ryan Adriandhy Ceritakan Kisahnya di Film Jumbo
Sebagai seorang sutradara, Ryan Adriandhy juga menceritakan kisahnya waktu kecil, di film Jumbo. Sosok yang di masa kecil didiagnosis menginap Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), sehingga sangat cepat tertarik dengan banyak hal di sekitarnya ini, pernah di bully oleh teman-temannya.
Ia mengakui, saat sekolah, sering diejek oleh teman-temannya. Pasalnya, di saat masih Anak-anak, sudah tumbuh banyak bulu-bulu halus di badannya. Karena memiliki banyak bulu dan juga sudah memiliki kumis, dirinya dipanggil Pak RT. Bahkan, Ryan Adriandhy juga sempat dipanggil Monyet oleh teman-temannya.
Ryan Adriandhy menyampaikan pesan kepada semua pihak, termasuk generasi muda Minang, bahwa jangan pernah berhenti untuk bermimpi dan jangan pernah lelah untuk mewujudkan mimpi. Semuanya akan baik-baik saja, teruslah maju. (hai)