UrangMinang.id — Di tengah riuhnya sejarah perjuangan bangsa yang banyak menampilkan sosok laki-laki di garda depan, nama Rasimah Ismail hadir sebagai oase. Perempuan Minang yang tidak memilih panggung besar, tetapi konsisten menyalakan obor perubahan dari akar rumput, pendidikan, pemberdayaan, dan perlawanan terhadap batasan sosial yang mengekang perempuan.
Mungkin namanya tidak sepopuler Rahmah El Yunusiyah atau Rasuna Said, tapi kontribusinya tidak bisa diukur dari seberapa sering ia disebut, melainkan dari seberapa dalam jejak yang ia tinggalkan dalam kesadaran kolektif masyarakat Minangkabau, dan Indonesia.
Latar Belakang Hidup : Tumbuh dalam Tradisi, Berpikir Melampaui Zaman
Rasimah Ismail lahir di Sumatera Barat (Sumbar), di lingkungan keluarga yang sangat menghormati adat dan nilai keislaman. Ia tumbuh sebagai bagian dari masyarakat matrilineal Minangkabau, yang dalam adatnya memberi posisi penting pada perempuan sebagai pewaris suku, dan penjaga nilai keluarga.
Namun, realita sosial menunjukkan ironi. Meski perempuan memegang peran penting dalam adat, mereka tetap sering terbatasi aksesnya terhadap pendidikan formal. Rasimah Ismail muda, tidak tinggal diam. Ia sadar bahwa untuk membawa perubahan, perempuan harus memiliki bekal yang setara, dan itu dimulai dari pendidikan.
Perjuangan dalam Sunyi : Mendirikan Sekolah untuk Perempuan
Berbeda dengan pejuang perempuan yang bergerak melalui organisasi politik atau perlawanan fisik, Rasimah Ismail memilih jalan pendidikan. Ia memulai dari hal-hal kecil, membuka kelas belajar baca-tulis untuk anak perempuan, membimbing ibu-ibu rumah tangga memahami pentingnya pendidikan, hingga akhirnya merintis lembaga pendidikan non formal di kampungnya.
Langkahnya sering dianggap “tidak umum” bagi seorang perempuan kala itu. Namun, Rasimah Ismail percaya bahwa perubahan tidak harus bising. Ia berkata, “Kalau bukan kita yang mulai, siapa lagi yang akan bangunkan anak kamanakan kita dari tidur panjang keterbelakangan?”
Semangat Bundo Kanduang yang Modern
Salah satu nilai penting yang selalu digaungkan oleh Rasimah Ismail adalah peran Bundo Kanduang. Bagi masyarakat Minang, Bundo Kanduang adalah simbol kebijaksanaan dan pelindung adat. Namun, menurut Rasimah Ismail, menjadi Bundo Kanduang di zaman modern, tidak cukup hanya dengan menjaga dapur dan rumah gadang.
Perempuan Minang harus juga cakap dalam berpikir, mampu mendidik anak-anaknya dengan ilmu pengetahuan, dan tetap teguh menjaga syarak. Oleh karena itu, selain mengajarkan baca tulis dan ilmu agama, Rasimah Ismail juga mengajarkan keterampilan hidup, ekonomi rumah tangga, serta diskusi mengenai peran perempuan dalam masyarakat.
Mengubah Pandangan, Satu Rumah ke Rumah Lain
Rasimah Ismail tidak berkampanye besar-besaran. Ia datang ke rumah-rumah, berbicara dari hati ke hati dengan para ibu, ayah, dan tokoh adat. Ia meyakinkan mereka, bahwa membiarkan anak perempuan bersekolah, bukan bentuk pembangkangan terhadap adat, tapi justru bentuk kecintaan pada masa depan kaum sendiri.
Usahanya berbuah manis. Banyak anak perempuan yang awalnya hanya diperbolehkan belajar mengaji, akhirnya diberi izin untuk mengenyam pendidikan lebih tinggi. Beberapa bahkan melanjutkan ke kota-kota besar, membawa semangat kampung dan pesan-pesan dari Rasimah Ismail.
Peran di Organisasi dan Masyarakat
Selain bergerak secara langsung di masyarakat, Rasimah Ismail juga aktif di beberapa organisasi perempuan di Sumbar. Ia turut mengembangkan kurikulum yang berbasis pada nilai-nilai lokal dan syariah. Dalam berbagai forum, ia menekankan pentingnya sinergi antara adat dan agama, dalam membangun masyarakat yang adil dan beradab.
Di banyak kesempatan, ia menolak dikotakkan antara “aktivis perempuan” atau “penggerak agama”. Baginya, keduanya adalah satu. Perempuan yang kuat adalah perempuan yang berakar pada agamanya, dan berpikir kritis terhadap realita zamannya.
Warisan yang Tak Terlihat, Tapi Terasa
Hari ini, banyak perempuan Minang yang bisa berdiri di mimbar, memimpin organisasi, menjadi dosen, bahkan menteri. Mungkin, mereka tidak pernah mendengar nama Rasimah Ismail, tapi perjuangannya ada dalam setiap ruang kelas, setiap perempuan Minang yang berani memilih jalan hidupnya sendiri.
Warisan Rasimah Ismail bukan dalam bentuk patung atau nama jalan, tapi dalam semangat yang tumbuh dalam diam, dalam keberanian yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Refleksi : Dari Rumah Gadang ke Dunia Global
Di era digital ini, perjuangan Rasimah Ismail tetap relevan. Di tengah tuntutan modernisasi dan globalisasi, perempuan Minang tidak perlu kehilangan identitasnya. Sebaliknya, seperti kata Rasimah, “Ilmu itu bukan untuk menghapus adat, tapi untuk menguatkan akar agar tak tumbang diterpa zaman”.
Mari kita kenang dan lanjutkan jejak Rasimah Ismail. Tidak semua pejuang perlu mikrofon atau senjata. Kadang, perubahan dimulai dari selembar papan tulis, dan seorang perempuan yang tidak pernah menyerah. (hai)
Tokoh lainnya :