Rendang Ternyata Bukan dari Padang? Ini Sejarah Aslinya!

Kuliner Minang14 Dilihat

UrangMinang.id — Siapa yang tidak kenal rendang? Makanan kaya rempah ini, bukan cuma jadi kebanggaan Sumatera Barat (Sumbar), tapi juga telah dinobatkan sebagai salah satu makanan terenak di dunia oleh CNN. Namun, tahukah kamu bahwa rendang sebenarnya bukan berasal dari Kota Padang?

Ya, judul di atas mungkin terdengar mengejutkan bagi banyak orang, namun sejarah panjang rendang justru menelusuri akar budaya Minangkabau di pedalaman, bukan di kota.

Rendang, Lebih dari Sekadar Makanan Nasional

Dalam setiap perhelatan penting masyarakat Minang, mulai dari batagak pangulu (pelantikan pemimpin adat) hingga baralek, rendang selalu hadir sebagai simbol keharmonisan dan ketekunan. Tidak hanya sebatas menu, rendang adalah lambang adat, kesabaran, dan filosofi hidup orang Minang: “Alur jo patuik, aia jo janiah“.

Namun, asal-muasalnya tidak semua orang tahu. Banyak yang mengira rendang berasal dari Padang, hanya karena ibu kota provinsi ini lebih dahulu dikenal lewat restoran Padang yang tersebar di seluruh Indonesia.

Asal-usul Rendang : Dari Dapur Pedalaman Minangkabau

Menurut para pakar budaya dan sejarawan Minangkabau, rendang berasal dari daerah Minangkabau bagian dalam, seperti Payakumbuh, Luhak Limopuluah, dan sebagian Agam. Di sanalah, teknik memasak rendang dengan waktu berjam-jam berkembang secara turun-temurun.

Rendang bukan sekadar daging dimasak santan. Ia adalah ilmu dapur yang diwariskan dari generasi ke generasi, biasanya dari ibu kepada anak perempuan. Prosesnya panjang, mulai dari marandang lado, memilih kelapa tua untuk santan, hingga menyatu dengan daging hingga ‘hitam mengkilap’ tanpa ada air tersisa.

Tidak heran, bagi orang Minang, rendang adalah simbol kesabaran, ketekunan, dan ketelitian.

Menyebar ke Kota dan Rantau

Perjalanan rendang hingga dikenal luas, bermula saat para perantau Minang membawa makanan ini ke kota-kota besar, bahkan ke mancanegara. Warung nasi Padang menjadi ujung tombak penyebaran cita rasa rendang ke berbagai pelosok dunia.

Namun, di sinilah mulai terjadi perbedaan mendasar antara rendang tradisional dan rendang versi restoran.

Rendang Asli vs Rendang Restoran : Apa Bedanya?

Rendang asli, yang disebut juga rendang darek, berwarna hitam legam, kering, dan mampu tahan hingga berminggu-minggu tanpa pengawet. Rasanya kompleks, hasil perpaduan ratusan kali aduk dan waktu masak berjam-jam.

Sementara rendang restoran, umumnya lebih cepat dimasak, basah, dan berwarna kecokelatan. Ini karena menyesuaikan waktu penyajian cepat dan selera pasar luas.

Bukan berarti rendang restoran tidak enak, hanya saja, makna dan proses tradisionalnya mulai terkikis. Di sinilah refleksi penting muncul.

Merawat Resep, Merawat Jati Diri

Di balik kelezatan rendang, tersimpan identitas dan nilai adat Minangkabau. Melestarikan cara membuat rendang tradisional bukan semata soal rasa, tapi juga soal jati diri dan penghormatan terhadap leluhur.

Generasi muda Minang perlu memahami bahwa resep rendang bukan cuma milik dapur, tapi bagian dari nilai kehidupan, dari kesabaran dalam memasak, hingga kebersamaan dalam menyantap.

Di era serba cepat ini, penting untuk kembali ke akar, menjaga tradisi sambil menyambut kemajuan. Merawat resep rendang adalah merawat sejarah, identitas, dan harga diri urang Minang. (ai/hai)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *