Dahulu kala, hiduplah seorang putri. Namanya Puti Ranti. Ia rendah hati. Masyarakat suka kepadanya. Ia jago masak, apalagi memasak gulai daging yang disebut kalio. Hmmm, sedapnya.
Ia putri Kerajaan Minangkabau. Raja Minangkabau sangat suka makan. Oleh karena itu, dibuatlah sayembara menyamba (memasak). Raja memerintahkan Ranti untuk ikut sayembara.
Waktu itu, hidup juga dua gadis kembar. Siti Khamariah dan Siti Aminah. Keduanya anak Mak Sumi, koki kerajaan. Keduanya juga ikut sayembara. Mereka tahu Puti Ranti jago memasak. Terbukti, ketiganya masuk tahap akhir.
Khamariah dan Aminah tidak suka dengan Ranti. Mereka ingin menggagalkan masakan Ranti. Pada saat lomba masak, keduanya mengecilkan api masakan Ranti. Akibatnya, Ranti jadi lama memasaknya.
Ranti mencari tambahan kayu, agar apinya besar lagi. Saat itu, Khamariah dan Aminah berulah lagi. Mereka mengaduk-aduk gulai kalio milik Ranti. Akibatnya, gulai menghitam. Ranti menangis. Ia merasa kalah.
Namun, saat penjaga mencicipi, ternyata enak. Ranti terdiam. Kemudian, ia mengulangi cara memasak. Ia mengecilkan api dan mengaduknya pelan-pelan. Ternyata kalio hitam itu memang enak. Ranti senang hatinya. Saat penilaian, ia menang. Khamariah dan Aminah hanya tertunduk malu.
Raja juga menikmati masakan itu. Ia memberi nama masakan itu Randang, singkatan dari Puti Nur Ranti dan calon menantunya, Danggala. Sejak saat itu, Rendang tidak ditinggalkan. Masyarakat juga merasa terhormat. Pihak istana mau memberikan nama pada masakan mereka.
—
Disalin dari sebuah ebook yang berjudul Rendang Nan Enak Itu, ditulis oleh S. Metron Masdison dan diterbitkan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.