UrangMInang.id — Dalam narasi besar perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajahan, tidak sedikit tokoh perempuan yang memainkan peran penting di garis depan. Salah satu di antaranya berasal dari Minangkabau, Siti Manggopoh, pejuang wanita yang dengan gagah berani memimpin perlawanan terhadap Belanda di awal abad ke-20.
Nama Siti Manggopoh tidak hanya hidup dalam catatan sejarah, tapi juga dalam ingatan kolektif masyarakat Sumatera Barat (Sumbar), khususnya di Nagari Manggopoh, Kabupaten Agam. Ia adalah lambang keberanian, kepemimpinan, dan semangat adat Minangkabau yang menjunjung tinggi peran perempuan.
Perempuan Minang di Tengah Penjajahan
Minangkabau dikenal sebagai masyarakat matrilineal, di mana perempuan memegang peranan penting dalam struktur sosial dan adat. Namun, ketika penjajahan Belanda mengikis kedaulatan dan memeras hasil bumi rakyat, tidak sedikit perempuan Minang yang turut bangkit melawan.
Siti Manggopoh bukan hanya seorang ibu rumah tangga biasa. Ia adalah seorang pemimpin informal di komunitasnya, dan dikenal karena keberaniannya berbicara serta mengambil keputusan. Dalam masyarakat yang menjunjung nilai bundo kanduang, Mandeh Siti menunjukkan bahwa perempuan juga bisa menjadi garda terdepan dalam perjuangan.
Peristiwa Manggopoh 1908 : Awal Perlawanan
Perlawanan rakyat Manggopoh dipicu oleh praktik belasting (pajak paksa) yang diterapkan Belanda, serta berbagai bentuk penindasan ekonomi dan budaya. Melihat penderitaan rakyat, Siti Manggopoh tidak tinggal diam. Ia menggalang kekuatan rakyat, menyusun strategi, dan memimpin langsung penyerangan ke pos Belanda.
Peristiwa ini terjadi pada tahun 1908 dan dikenal sebagai Perang Manggopoh. Dalam serangan mendadak yang dilakukan malam hari, rakyat berhasil membunuh lebih dari 50 serdadu Belanda dan membakar markas penjajah. Ini adalah bentuk perlawanan yang sangat jarang dipimpin oleh seorang perempuan di masa itu.
Strategi dan Kepemimpinan Siti Manggopoh
Siti Manggopoh menunjukkan kemampuan kepemimpinan yang luar biasa. Ia bukan hanya menggerakkan massa, tetapi juga mampu merancang taktik gerilya sederhana, namun efektif. Bersama para pemuda dan pemudi nagari, ia memanfaatkan medan alam, termasuk hutan dan persawahan, untuk melakukan serangan.
Kepemimpinannya tidak otoriter. Ia berkonsultasi dengan para ninik mamak dan alim ulama, mencerminkan filosofi adat Minang, musyawarah mufakat. Siti Manggopoh adalah perpaduan antara bundo kanduang yang lembut, dan pejuang yang tegas.
Warisan Semangat Siti Manggopoh
Walau perlawanan akhirnya dipatahkan dengan datangnya bala bantuan Belanda dari Bukittinggi, semangat perjuangan Siti Manggopoh tidak pernah padam. Ia menjadi simbol keberanian dan nasionalisme di Sumbar. Bahkan, perjuangannya menjadi inspirasi bagi perlawanan di daerah lain.
Hingga kini, namanya diabadikan sebagai nama jalan di berbagai daerah, termasuk di Padang dan Agam. Di Nagari Manggopoh, kisah heroiknya terus diceritakan dari generasi ke generasi, menjadi sumber inspirasi anak-anak muda Minang.
Refleksi : Perempuan Minang dan Perjuangan
Siti Manggopoh adalah bukti bahwa perempuan Minangkabau tidak pernah berada di pinggiran sejarah. Ia adalah tokoh yang menghidupkan filosofi Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah dalam konteks perjuangan. Ia berjuang bukan hanya demi kemerdekaan fisik, tapi juga demi kehormatan adat dan martabat bangsa.
Perjuangan Siti Manggopoh mengajarkan kita bahwa keberanian tak mengenal jenis kelamin. Bahwa perempuan, dengan segala kelembutan dan kekuatannya, bisa menjadi pemimpin perubahan. Mari kita terus warisi semangat itu, di ranah maupun di rantau. (hai)