Jejak 3 Tokoh Minang yang Jadi Perumus Lahirnya Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia

UrangMinang.id — Tanggal 1 Juni diperingati sebagai Hari Lahir Pancasila. Sebuah peringatan yang didasarkan pada pidato yang disampaikan oleh Soekarno dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Junbi Cosakai, tentang konsep awal Pancasila sebagai dasar negara.

BPUPKI adalah sebuah badan yang dibentuk oleh pemerintah pendudukan balatentara Jepang di Pulau Jawa. Pemerintahan militer Jepang yang diwakili oleh Komando AD ke 16 dan 25, pada tanggal 1 Maret 1945 setuju dengan menentukan BPUPKI.

Badan yang benar-benar diresmikan pada tanggal 29 April 1945 ini, dibentuk sebagai upaya untuk mendapatkan dukungan dari bangsa Indonesia dalam Perang Pasifik, dengan menjanjikan bahwa Jepang akan membantu proses kemerdekaan Indonesia.

BPUPKI beranggotakan 67 orang yang diketuai oleh Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat, dengan wakil ketua Ichibangase Yoshio (orang Jepang) dan Raden Pandji Soeroso.

BPUPKI Membentuk Panitia Sembilan

Setelah Soekarno menyampaikan pidato tentang konsep awal Pancasila sebagai dasar negara, BPUPKI membentuk sebuah kelompok yang diberi nama Panitia Sembilan, dari suatu Panitia Kecil ketika sidang pertama.

Panitia Sembilan terdiri dari Soekarno sebagai Ketua, Mohammad Hatta sebagai Wakil Ketua, dan anggota yakni Alexander Andries Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdoel Kahar Moezakir, H. Agus Salim, Achmad Soebardjo, Kiai Haji Abdul Wahid Hasjim, dan Mohammad Yamin.

Mohammad Hatta, proklamator sekaligus Wakil Presiden Pertama Republik Indonesia, yang turut merumuskan lahirnya Pancasila. (Sumber: Arsip Nasional Indonesia)
Mohammad Hatta, proklamator sekaligus Wakil Presiden Pertama RI. (Sumber: Arsip Nasional Indonesia)

Peranan 3 Tokoh Minang di BPUPKI dan Lahirnya Pancasila

Dari sembilan tokoh yang tergabung dalam Panitia Sembilan, tiga diantaranya berasal dari Ranah Minang. Mereka adalah Mohammad Hatta, H. Agus Salim, dan Mohammad Yamin.

Sebagai Wakil Ketua Panitia Sembilan, Mohammad Hatta memiliki peran sentral dalam perumusan Piagam Jakarta, naskah awal pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Ia bekerja sama dengan Ir. Soekarno dalam menyusun struktur dasar negara Indonesia, yang kemudian menjadi Pancasila.

Mohammad Hatta juga dikenal sebagai tokoh yang mengusulkan agar konsep ketuhanan dalam Pancasila, mampu mengakomodasi semua agama. Ia berusaha menyeimbangkan kepentingan kelompok Islam dan nasionalis, agar persatuan bangsa tetap terjaga.

Pandangannya ini menjadi dasar penting dalam perubahan redaksi sila pertama Pancasila.

Haji Agus Salim, The Grand Old Man, yang berjuang melalui diplomasi agar Indonesia bisa merdeka dan terbebas dari penjajahan. (foto : hidayatullah.com)
Haji Agus Salim, The Grand Old Man, yang berjuang melalui diplomasi agar Indonesia bisa merdeka dan terbebas dari penjajahan. (foto : hidayatullah.com)

Sosok berikutnya yakni Haji Agus Salim. Ia adalah seorang diplomat dan cendekiawan Muslim yang disegani, turut memainkan peran strategis dalam mengawal keberagaman dalam dasar negara.

Sosok Urang Minang terakhir yakni Mohammad Yamin. Mohammad Yamin adalah seorang sastrawan, sejarawan, dan ahli hukum, juga berperan besar dalam meletakkan dasar-dasar konstitusional negara Indonesia.

Dalam sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945, Yamin menyampaikan usulan lima asas negara yang disebutnya sebagai Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat.

Gagasan ini menjadi cikal bakal dari Pancasila yang kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Soekarno pada pidatonya tanggal 1 Juni 1945.

Mohammad Yamin. (foto : ist/tirto.id)
Mohammad Yamin. (foto : ist/tirto.id)

Pada kesempatan itu, Soekarno menyampaikan lima prinsip: kebangsaan, internasionalisme (perikemanusiaan), mufakat (demokrasi), kesejahteraan sosial, dan ketuhanan, yang kemudian dinamakan Pancasila.

“Sila artinya asas atau dasar. Di atas kelima dasar itulah, kita mendirikan negara Indonesia. Penamaan Pancasila ini atas petunjuk seorang teman yang ahli bahasa,” ujar Soekarno dalam pidatonya.

Mohammad Yamin kemudian dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada 6 November 1973 atas jasanya dalam perumusan dasar negara dan perjuangan kemerdekaan. (hai)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *